- Tindak Tegas OPM Pengganggu Kedamaian Tanah Papua
- UU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Mengakomodasi Kepentingan Buruh
- Papua Bagian NKRI Kunci Wujudkan Cita-Cita Kemerdekaan Bangsa
- Jaga Situasi Kondusif Jelang Mayday dan Pasca Pemilu
- Demokrat dan PAN Resmi Usung Supian Suri Calon Wali Kota Depok
- Peran Penting Wartawan Dukung Publikasi Keberhasilan Pembangunan Papua
- Mendukung Pembangunan IKN Dengan Konsep Green Material
- Membangun Perdamaian dan Persatuan Pasca Putusan Sidang Sengketa Pilpres
- BIN Perkuat Pilar Ekonomi Masyarakat Aceh Melalui Program AMANAH
- Ciptakan Pilkada Damai Tanpa Hoaks dan Ujaran Kebencian
- Home
- Sekitar Kita
- AM Hendropriyono : Diamkan Radikalisme, Kelas Menengah Bakal Ditumpas Kaum Radikal
- By AdminJabar
- 18 Agu 2021
AM Hendropriyono : Diamkan Radikalisme, Kelas Menengah Bakal Ditumpas Kaum Radikal
BERITAJABAR.ID - Guru Intelijen AM Hendropriyono mengingatkan, kelompok kelas menengah harus bergerak melawan radikalisme yang marak di masyarakat. Radikalisme yang dibiarkan, didiamkan, karena kelompok menengah menganggap radikalisme bukan urusan mereka, akan menelan mereka.
Akibatnya, ketika kaum radikal berkuasa, maka kelompok ini menjadi target pertama yang akan harus dihabisi. Alasannya, kelompok kelas menengah akan menjadi ancaman keberlangsungan kekuasaan manipulatif kaum radikal.
Hendropriyono mengutip intisari keprihatinan terkait ‘cueknya’ kelas menengah yang tidak menyadari ancaman radikalisme bagi seluruh tataran kelompok kelas di dalam masyarakat, seperti yang disampaikan oleh penulis buku terkenal berjudul “Taliban”.
Ahmad Rasyid, penulis buku “Taliban” menyebut kaum fanatik radikal Taliban berhasil merebut kekuasaan berkat “jasa” kaum terpelajar yang memilih diam ketika negara dalam keadaan terancam radikalisme.
Kelompok Taliban justru menghabisi kelompok terpelajar kelas menengah yang diam tersebut. Penyebabnya adalah mereka musuh dan ancaman potensial.
Maka ketika melihat kekerasan dan radikalisme di sekeliling, dan membiarkannya, artinya Anda sedang membuka jalan, menanamkan kemenangan Taliban. Mereka ditolerir, diremehkan, didiamkan, sampai mereka berkuasa.
Mengenaskan kisah kelas menengah ketika jadi korban pertama ditumpas Taliban. Padahal kelas menengah ini tidak melakukan apapun. Ketika Taliban berjuang menyingkirkan paham Islam rahmatan lil alamin di Afghanistan.
Hal yang sama akan terjadi, jika pembiaran terus dilakukan. Sikap diskriminatif di dalam masyarakat, yang dibangun oleh kelompok radikal di lingkungan yang dikuasainya, telah memecah-belah berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.
Salah satunya, kekuasaan legislatif di daerah-daerah yang menciptakan perda-perda syariah, yang dibiarkan bukan hanya oleh kelas menengah, juga oleh pemerintah, telah menciptkan diskriminasi hukum. Hukum dan undang-undang atau peraturan hanya menyasar untuk kepentingan kelompok syariah – dengan menyampingkan kelompok minoritas.
Awal mula radikalisme dibangun dari simbol-simbol agama yang dipasang di tempat umum. Misalnya, di jalanan dipasang berbagai sifat Tuhan, dengan huruf-huruf yang tidak dipahami oleh semua kelompok. Dari simbol tersebut, terbangun kekuatan lanjutan, yakni membuat perda-perda yang hanya memikirkan kepentingan mayoritas.
Di bidang ekonomi pun timbul upaya menggerakkan ekonomi dengan simbol segregatif. Misalnya, toko-toko berlogo 212 yang dibangun dengan semangat segregatif melawan hukum ekonomi egaliter, meski terengah. Keluar dari hukum ekonomi pasar bebas, perdagangan didasarkan pada keyakinan agama.
Di bidang ekonomi syariah ini pun, berbagai penipuan berkedok syariah terus marak berkembang. Abu Tour, First Travel, perumahan syariah, dan berbagai money games dengan kedok syariah berhasil menipu masyarakat.
Namun, masyarakat kelas menengah yang waras seakan membiarkan bangunan radikalisme yang marak di dalam masyarakat, dengan tingkatan step by step, namun menuju bangunan kekerasan yang terus menguat.
Belum lagi ketika kaum radikal berhasil menguasai posisi di institusi pemerintahan, dalam berbagai tingkatan, maka pertimbangan keyakinan dan diskriminasi menentukan. Bukan lagi perhitungan profesionalisme. Lebih lagi, posisi yang didapatkan dijadikan sebagai alat untuk perjuangan membela kelompok radikal.
Kisah teroris Abdul Basith dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan teroris BUMN Krakatau Steel menjadi bukti institusi digunakan sebagai medan perjuangan. Dan, kegilaan seperti ini dibiarkan oleh masyarakat, termasuk kalangan kelas menengah.
Maka, kondisi pembiaran seperti ini menjadikan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn.) AM Hendropriyono untuk menggugah kelompok menengah agar ikut peduli melawan radikalisme yang marak di Indonesia. Peran yang ketika diabaikan, mereka justru akan menjadi korban pertama yang akan ditumpas oleh kaum radikal. Persis sama dengan yang terjadi di Afghanistan.
Penulis: Ninoy Karundeng)*
TAGS: | nasional |
Berita Terkait
Write a Facebook Comment
Leave a Comments
#sekilas info
Trump dikecam : Pasien virus Corona agar disuntik disinfektan agar sembuh.
25 Apr 2020
#sekilas info
Nilai Pemerintah RI Lambat Cegah Corona, FKM UI: Corona Masuk Sejak Januari
19 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tgl 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 380
13 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tanggal 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 38
13 Apr 2020
#sekilas info
Naik 337. Update Covid-19 Tgl 9 April 2020, Total Kasus Positif 3.293, Meninggal 280, Sembuh 252
09 Apr 2020
- By AdminJabar
- 09:33:32 / 19 Apr 2024
Traveloka Paylater, Pesan Tiket Pesawat Bisa dicicil
BERITAJABAR.ID - Ketika tekanan pekerjaan semakin berat, dan mulai mempengaruhi kesehatan mental,...
Berita Populer
-
Petronas Temukan Cadangan Minyak di Wilayah Jawa T
Jumat, 16 Jul 2021 - Dilihat 876 Kali